Berhala sejati itu adalah pikiran
Melalui pikiran yang adalah aku/diri/ego inilah segala bentuk nafsu duniawi bermula. Di mana manusia dengan segala keinginan dan obsesinya tak segan untuk melakukan berbagai cara. Tindakan meremehkan, menyakiti, membunuh, bahkan sifat2 menonjolkan diri dibungkus dengan kata-kata dan sederet predikat yang suci dan mentereng, adalah suatu hal yang dianggap wajar dan biasa.
Melalui pikiran yang adalah aku/diri/ego inilah segala bentuk nafsu duniawi bermula. Di mana manusia dengan segala keinginan dan obsesinya tak segan untuk melakukan berbagai cara. Tindakan meremehkan, menyakiti, membunuh, bahkan sifat2 menonjolkan diri dibungkus dengan kata-kata dan sederet predikat yang suci dan mentereng, adalah suatu hal yang dianggap wajar dan biasa.
Pikiran yang dianggap sangat penting ini, yang diperoleh dengan
menumpuk berbagai pengetahuan yang tak lain adalah buah pikiran manusia2
lain, sudah mengambil alih kemurnian batin. Kebenaran tidak mungkin
singgah, apalagi menetap dalam batin yang penuh sesak dengan timbunan
ini.
Jadi, apa yang mesti diherankan saat dunia ini menjadi karut-marut? Dunia yang tak lain adalah refleksi dari perilaku penghuninya. Seabrek perilaku kejam yang ujungnya adalah demi mereguk keuntungan pribadi sebesar apapun. Manusia, enggan terlihat kecil. Sebagian orang menginginkan orang2 lain memandang ke arahnya, dan menghamburkan puja-puji dan kemeriahan tepuk tangan kepadanya yang tak lain adalah si aku yang sombong itu.
Saya diam memandang dari kejauhan menyaksikan drama hebat kehidupan ini. Betapa guyuran materi, pengetahuan, agama, menjadi berhala-berhala turunan dari pikiran itu sendiri yang dianggap menjadi Kebenaran sejati.
Jadi, apa yang mesti diherankan saat dunia ini menjadi karut-marut? Dunia yang tak lain adalah refleksi dari perilaku penghuninya. Seabrek perilaku kejam yang ujungnya adalah demi mereguk keuntungan pribadi sebesar apapun. Manusia, enggan terlihat kecil. Sebagian orang menginginkan orang2 lain memandang ke arahnya, dan menghamburkan puja-puji dan kemeriahan tepuk tangan kepadanya yang tak lain adalah si aku yang sombong itu.
Saya diam memandang dari kejauhan menyaksikan drama hebat kehidupan ini. Betapa guyuran materi, pengetahuan, agama, menjadi berhala-berhala turunan dari pikiran itu sendiri yang dianggap menjadi Kebenaran sejati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar